Hukum Pernikahan Dalam Islam Dan Dalilnya

Suami tidak boleh semena-mena terhadap istri

Keharmonisan dalam rumah tangga bisa didapat jika kedua belah pihak mau untuk bekerja sama untuk saling menghargai. Bukan hanya rasa cinta yang dibutuhkan tetapi juga saling memahami agar terhindar dari kejadian saling merendahkan. Maka, hukum suami menghina istri dalam agama islam sudah diatur Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 19 yang artinya:

“Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”

Maksud bergaul dalam ayat di atas adalah mengacu pada sesuatu yang disebut interaksi. Jadi, Allah sudah memerintahkan kaum laki-laki untuk bisa menghargai dan berkomunikasi dengan perempuan dengan cara yang selayaknya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak disukai, maka lebih baik bersabar. Sebab, Allah-lah yang maha tahu segalanya.

Meningkatkan Ibadah

Sejalan dengan hukum pernikahan dalam Islam, pernikahan yang baik dapat meningkatkan ibadah seseorang. Suami dan istri dapat saling mengingatkan untuk menjalankan ibadah wajib seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Suami istri juga bisa saling mengajak untuk berbuat kebaikan.

Pasangan yang menikah dianjurkan untuk melakukan salat berjamaah di rumah atau masjid. Salat berjamaah dapat meningkatkan pahala untuk keduanya. Serta memperkuat ikatan spiritual yang terjalin antara suami dan istri.

Menikah adalah bentuk ibadah yang sangat mulia. Dalam setiap langkah yang diambil bersama pasangan, ada pahala yang menunggu. Saling menguatkan dalam ibadah dan bersama-sama membangun keluarga yang penuh berkah.

Larangan menghina siapa saja, termasuk pasangan

Islam selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya termasuk untuk tidak bersikap saling menghina. Kita juga dianjurkan bersikap dan bertutur kata yang baik. Kalaupun tidak sanggup melakukannya maka diam akan lebih baik. Seperti sabda Rasulullah yang tertera dalam hadits berikut:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim)

Hukum Pernikahan dalam Islam

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam agama Islam telah diatur oleh syariat. Hukum dari menikah memiliki beberapa kategori berdasarkan situasi dan kondisi dari seorang individu yang hendak menikah. Tidak semua kondisi mewajibkan adanya pernikahan.

Hukum pernikahan dalam Islam bagi yang sudah memiliki kemampuan secara finansial dan fisik adalah wajib.

Pernikahan dilakukan untuk menghindari kekhawatiran akan jatuh dalam perbuatan zina jika tidak menikah. Dalam kondisi ini, menikah menjadi kewajiban untuk menghindari dosa besar.

Seorang muslim diharuskan untuk menjaga dirinya dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satu kriteria yang harus terpenuhi bagi seorang muslim yang diwajibkan untuk menikah adalah keadaan jasmani dan rohani yang sempurna. Artinya, kondisi fisik dan mentalnya sudah harus matang.

Bagi seseorang yang mampu menikah dan tidak khawatir jatuh dalam perbuatan zina, menikah disunnahkan. Menikah sangat dianjurkan dalam Islam. Pernikahan merupakan salah satu cara untuk menjaga kehormatan diri.

Pernikahan dapat menjadi makruh jika seorang muslim merasa bahwa dirinya tidak akan mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai suami atau istri. Misalnya saja tidak mampu memberikan nafkah atau perhatian yang cukup kepada pasangannya. Kondisi ini tidak dianjurkan (makruh).

Hukum pernikahan dalam Islam yang dianggap mubah ialah ketika seorang muslim tidak berada dalam kondisi yang memaksanya untuk menikah.

Dirinya merasa tidak khawatir akan berbuat zina dan tidak memiliki alasan yang kuat untuk tidak menikah. Hukum pernikahannya menjadi mubah.

Kondisi haram ditujukan bagi seseorang yang menikahi dengan melanggar syariat Islam. Dirinya tidak memiliki kemampuan dan keinginan untuk melaksanakan pernikahan. Misalnya menikahi mahram (keluarga dekat) dan menikah dengan tujuan melakukan penipuan (eksploitasi).

Dalam pernikahan, Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri secara adil dan seimbang. Setiap pasangan harus saling menghormati dan memenuhi kewajibannya.

Pasangan suami istri diharapkan untuk saling mendukung dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Islam sangat menekankan pentingnya niat dan tujuan pernikahan.

Setiap muslim dianjurkan untuk mempertimbangkan pernikahan dengan matang dan sesuai dengan ketentuan. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada baiknya mengetahui tujuan–tujuan dari pernikahan menurut Islam.

Merencanakan Pernikahan dengan Tabungan GOAL Savers iB

GOAL Savers iB merupakan solusi bagi Anda yang ingin rajin menabung, termasuk untuk mempersiapkan biaya pernikahan. Dengan persyaratan mudah dan ringan, tabungan syariah dari CIMB Niaga ini akan membantu Anda menabung secara disiplin dan teratur.

Anda bisa menentukan sendiri goal impian bersama pasangan dengan pilihan menabung dalam frekuensi harian/mingguan/bulanan. Tersedia juga fitur autodebet yang akan memudahkan Anda pada saat setoran rutin dan pencairan saat jatuh tempo.

Setelah melangsungkan pernikahan impian, jangan lupa untuk mempersiapkan hunian yang nyaman. KPR Xtra Fixed iB CIMB Niaga bisa membantu Anda mewujudkan rumah impian dengan keuntungan sebagai berikut:

Tunggu apalagi? Mari persiapkan pernikahan impian Anda dan pasangan bersama CIMB Niaga. Cari tahu informasi menarik lainnya di sini.

Menikah jika dilihat dari segi bahasa yaitu al-wat'u yang artinya bersenggama atau berhubungan seksual dan al-dammu yang artinya mengumpulkan atau menggabungkan. Menikah juga diartikan sebagai majazi (metafor) sebagai "akad", karena akad menjadi sebab dibolehkannya hubungan badan secara seksual. Hal ini dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam Menurut Empat Mazhab.

Ahmat Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia Pernikahan menjelaskan soal perkawinan antara laki-laki dan perempuan serta menyatu untuk hidup sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan adalah salah satu ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Karena pernikahan adalah jaminan atas keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)

Pernikahan juga menjadi suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasulnya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 32:

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."

Ada hukum menikah sesuai dengan kondisinya masing-masing yaitu wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Berikut penjelasan yang dijelaskan oleh Dr. Holilur Rohman, M.H.I:

Menurut Mazhab Hanafi, hukum menikah adalah sebagai berikut:

1. FardhuHukum menikah menjadi fardhu jika terpenuhi empat syarat, yaitu:- Adanya keyakinan jika tidak menikah maka terjerumus pada zina.- Tidak mampu berpuasa yang bisa mencegahnya dari perbuatan zina.- Tidak bisa mempunyai budak perempuan.- Mampu memberi mahar dan infak dengan cara halal.

2. WajibMenikah hukumnya wajib (bukan fardhu) jika mempunyai keinginan kuat untuk menikah dan khawatir terjerumus pada perzinaan jika tidak menikah. Hukum menikah menjadi wajib jika keempat syarat kefardhuan nikah telah terlampaui.

3. Sunnah MuakadahHukum menikah menjadi sunnah muakadah jika mempunyai keinginan untuk menikah, tapi dia masih bisa menahan dan tidak khawatir terjerumus pada perzinaan. Dalam kondisi seperti ini, jika tidak menikah hukumnya berdosa kecil yang lebih ringan dari dosa meninggalkan kewajiban.

Syarat kesunnahan di atas berlaku jika dia mampu memberi nafkah halal. Jika menikah dengan niat agar tidak terjerumus pada dosa, baik untuk dirinya atau pasangannya, maka dia mendapat pahala. Jika tidak berniat, pada tidak mendapat pahala.

4. HaramHukum nikah jadi haram jika ada keyakinan kuat pernikahannya bisa mendorong suami atau istri untuk mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain.

5. MakruhHukum menikah menjadi makruh tahrim jika pernikahannya dikhawatirkan akan berdampak pada mencari nafkah haram dengan cara berbuat jahat atau menzalimi orang lain dan kekhawatiran tersebut tidak bersifat pasti dan dia tidak meyakininya seratus persen.

6. MubahHukum menikah menjadi mubah jika mempunyai keinginan menikah sekedar untuk melampiaskan nafsu biologis, tapi tidak khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Jika dia menikah diniatkan menjaga diri dari perbuatan zina atau mendapatkan keturunan, maka hukumnya sunnah.

1. FardhuHukum menikah menjadi wajib bagi orang yang mampu memberi nafkah jika memenuhi syarat-syarat berikut:- Mempunyai keinginan untuk menikah.- Ada kekhawatiran akan terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu bernuansa agar bisa menahan diri dari berbuat zina.- Tidak mempunyai kemampuan membeli budak perempuan.Adapun bagi orang yang tidak mampu mendapatkan penghasilan untuk memberi nafkah, hukum menikahnya menjadi fardu jika terpenuhi tiga syarat:- Khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah.- Tidak mampu berpuasa agar bisa menahan diri dari berbuat zina, atau mampu berpuasa akan tetapi puasanya tidak bisa membendung keinginannya untuk berbuat zina.- Tidak mampu membeli budak perempuan.

2. HaramHukum nikah menjadi haram jika seseorang khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah dan dia tidak mampu mencari pekerjaan halal untuk memberi nafkah, atau tidak mampu berhubungan badan dengan istri (al-wat'u).

Jika istri tahu bahwa suaminya tidak bisa memberi nafkah halal dan istri rela, atau istri tahu bahwa suaminya tidak bisa berhubungan badan dan istri rela, maka hukum keharamannya menjadi hilang dan menjadi boleh menikah jika istri tergolong orang yang rasyidah (orang yang akalnya sempurna dan memahami persoalan pengelolaan harta).

3. SunnahHukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang yang tidak ada keinginan untuk menikah akan tetapi dia punya keinginan untuk mendapatkan keturunan, dengan syarat dia harus mampu menunaikan kewajiban untuk memberi nafkah dan juga mampu berhubungan badan dengan istrinya.

4. MakruhHukum menikah bagi laki-laki atau perempuan menjadi makruh jika dia sama sekali tidak ada keinginan untuk menikah dan jika menikah dikhawatirkan tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai suami atau istri.

5. MubahHukum menikah menjadi mubah (boleh) jika dia tidak punya keinginan untuk menikah, tidak punya keinginan untuk mempunyai keturunan dan dia mampu menunaikan kewajiban pernikahan dan pernikahannya tidak membuatnya terganggu untuk melakukan perbuatan tatawwu (perbuatan baik atau ibadah).

Hukum asal nikah adalah boleh, kecuali bagi seseorang yang tidak bisa menahan dirinya dari perbuatan dosa seperti berzina, maka dia wajib menjaga dirinya dengan menikah jika tidak ada cara lain selain menikah. Menikah termasuk syariat yang diturunkan Allah kepada umat Islam. Hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتْمَى فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلُثَ وَرُبَعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَنُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا

Artinya: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Menurut al-Jaziri, hukum menikah menurut Mazhab Syafi'i secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. MubahMenurut Mazhab Syafii, hukum asal nikah adalah boleh (ibahah). Jika seseorang menikah dengan niat bersenang-senang dan sekadar melampiaskan syahwat saja, maka hukumnya ibahah (boleh). Akan tetapi jika niat nikahnya untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat dan agar mendapatkan keturunan, hukumnya menjadi sunnah.

2. WajibHukum menikah menjadi wajib jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari perbuatan haram, baik bagi laki laki atau perempuan. Misalnya jika laki-laki hanya bisa menghindar dari perbuatan zina dengan cara menikah, maka hukumnya wajib. Begitu juga bagi perempuan jika menikah menjadi satu-satunya cara agar terhindar dari tindakan jahat dari seseorang, maka baginya menikah menjadi wajib.

3. MakruhHukum menikah menjadi makruh jika dia merasa tidak mampu menjalankan kewajiban dalam pernikahan. Misalnya seorang perempuan yang tidak mempunyai keinginan dan tidak membutuhkan menikah, dan dia tidak khawatir ada seseorang yang akan bertindak jahat kepadanya, atau bagi laki-laki yang tidak mempunyai keinginan menikah dan dia tidak mampu memberi mahar dan nafkah halal, maka hukumnya makruh menikah.

4. SunnahHukum sunnah nikah juga terjadi bagi siapapun yang mempunyai keinginan menikah dan sudah mampu memenuhi kewajiban rumah tangga.

Catatan:Bagi orang yang mampu memenuhi kewajiban menikah dan tidak ada penyakit atau halangan untuk mendekati atau berhubungan dengan pasangan, maka:

1. Jika dia ahli ibadah, lebih baik tidak menikah karena dikhawatirkan pernikahannya "menggangu" ibadah yang biasa dilakukan.

2. Jika dia bukan ahli ibadah, lebih baik menikah karena khawatir terjerumus dalam kemaksiatan atau perbuatan dosa.

1. WajibMenurut riwayat Imam Ahmad, hukum menikah adalah wajib, yaitu bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang khawatir terjerumus pada hal yang dilarang seperti perzinahan jika tidak menikah, walaupun kekhawatirannya tersebut bersifat dzan (sangkaan kuat).

Hukum wajib ini berlaku bagi siapa pun, baik bagi orang yang mampu memberi nafkah atau tidak mampu. Jika dia sudah merasa khawatir terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah, dia wajib menikah dengan berusaha mencari rezeki yang halal dan berharap kepada Allah akan dimudahkan jalan rezekinya.

2.HaramHukum menikah menjadi haram jika berada di dar al-harb (bukan negara Islam) kecuali dalam keadaan darurat. Jika dia menjadi seorang tahanan yang sedang ditahan, hukum haramnya berlaku secara mutlak dalam keadaan apa pun.

Hukum menikah menjadi sunnah bagi seseorang (laki-laki atau perempuan) yang mempunyai keinginan menikah akan tetapi tidak ada kekhawatiran terjerumus pada perzinahan jika tidak menikah. Pernikahan pada kondisi ini dianggap lebih utama daripada kesunnahan lain karena bertujuan menjaga diri dan pasangan dari perbuatan tercela, dan juga bertujuan untuk memiliki keturunan yang dianjurkan agama untuk membangun komunitas Muslim yang kuat. Mubah

4. Hukum menikah menjadi mubah bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan menikah, seperti orang tua renta dan orang yang lemah syahwat, dengan syarat pernikahannya tidak membawa bahaya atau kesengsaraan bagi istri. Jika pernikahannya justru akan menyengsarakan istri atau berdampak bahaya bagi istri, maka pernikahannya menjadi haram.

Berikut adalah ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam:

1. Q.S. Ar-Rum ayat 21

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum:21)

2. Q.S. An-Nahl ayat 72

وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka, mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah." (QS. An-Nahl:72)

Kemudian dalam hadis terdapat beberapa hadis yang menjadi dasar hukum pernikahan dalam Islam. Berikut beberapa hadis tersebut:

"Jika seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya." (HR. Baihaqi)

"Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang siapa membenci sunahku, ia tidak termasuk umatku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Pernikahan adalah ikatan yang sakral, untuk itu tak bisa sembarang melangsungkannya. Para ulama bahkan menetapkan sejumlah hukum atas pelaksanaan pernikahan yang didasari dari situasi serta kondisi seseorang, dengan tujuan agar bisa menggapai hubungan yang baik serta harmonis. Lalu apa hukum pernikahan dalam Islam?

Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan mengemukakan pada dasarnya pernikahan adalah ciri manusia sejak pertama kali diciptakan. Sebagaimana Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS, lalu dijadikan pula Hawa oleh-Nya. Kemudian keduanya terikat dalam pernikahan dan hingga sekarang seluruh umat manusia adalah keturunan mereka.

Syariat pula menganjurkan kaum muslim untuk menikah. Terlebih menikah merupakan bagian dari sunnah para rasul, dan Nabi SAW pernah bersabda:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

Artinya: "Menikah itu bagian dari sunnah ku, maka siapa yang tidak beramal dengan sunnah ku, maka bukanlah dari golonganku." (HR Ibnu Majah)

Allah melalui kalam-Nya turut menyatakan bahwa pernikahan adalah bagian dari kebesaran-Nya, dalam Surat Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Arab Latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Mendapat Keturunan

Salah satu tujuan penting dari pernikahan adalah memperoleh keturunan (anak). Keturunan yang shaleh dan shalehah diharapkan dapat menjadi penerus yang menjaga dan mengembangkan nilai-nilai Islam. Islam menganjurkan untuk setiap umatnya melangsungkan pernikahan dan memiliki keturunan.

Meskipun dianjurkan untuk memiliki keturunan, Islam juga mengakui pentingnya perencanaan keluarga.

Pasangan suami istri dapat merencanakan jumlah dan jarak kelahiran anak-anak. Cara-cara yang dilakukan juga harus halal dan sesuai dengan syariat.

Memenuhi kebutuhan dalam konteks pernikahan menurut Islam mencakup berbagai aspek kehidupan. Baik itu kebutuhan fisik, emosional, maupun spiritual. Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan ini, pasangan suami istri dapat membangun keluarga yang harmonis sesuai dengan tuntunan Islam.

Memahami 5 Hukum Pernikahan dalam Islam

“Pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan abadi. Maka dari itu, Anda perlu memahami bagaimana kedudukan dan hukum pernikahan di mata agama dan negara agar bisa menjalani rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.”

Di Indonesia, hukum pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Hukum pernikahan tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami dan istri.

Secara umum, pernikahan dapat diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Dalam islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan. Ada banyak ayat Al-Quran dan dalil yang menjadi landasan hukum pernikahan dalam Islam, salah satunya dalam Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan. Maka dari itu, tidak ada salahnya Anda mulai mempersiapkan budget untuk melangsungkan pernikahan mulai dari sekarang.

Anda bisa membuka rekening tabungan khusus agar lebih mudah menabung dan tidak bercampur dengan dana pribadi. Anda bisa membuka tabungan GOAL Savers iB yang akan membantu disiplin menabung dengan pilihan frekuensi harian/mingguan/bulanan untuk mewujudkan pernikahan impian Anda bersama pasangan.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Nikah Online yang Harus Anda Ketahui

Syarat Sah Pernikahan

Setelah memahami apa saja hukum pernikahan dalam Islam, Anda juga perlu mengetahui syarat sahnya agar dapat diakui di mata agama. Berikut beberapa syarat pernikahan:

Baca juga: Pentingnya Perjanjian Pra Nikah Untuk Masa Depan Indah

Memenuhi syarat-syarat di atas sangat penting, karena menyangkut keabsahan suatu pernikahan di mata agama maupun di mata negara. Pernikahan yang tidak memenuhi syarat di atas dianggap tidak sah.

Dalam Islam, pernikahan memiliki beberapa hikmah atau manfaat yang dapat dirasakan oleh pasangan suami istri. Berikut hikmah pernikahan yang perlu Anda ketahui:

Melangsungkan pernikahan dapat menjaga diri dari perbuatan zina, karena pernikahan merupakan jalan yang halal untuk memenuhi kebutuhan biologis. Apalagi perbuatan zina termasuk salah satu dosa yang dilarang dalam agama.

Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dapat menyempurnakan separuh agama. Hal ini didukung oleh hadits Rasulullah yang berbunyi:

“Apabila seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi).

Tujuan utama pernikahan dalam Islam adalah untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Pernikahan yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang akan menciptakan keluarga yang tentram dan damai (sakinnah), penuh kasih sayang (mawaddah), dan penuh belas kasih (warahmah).

Pernikahan merupakan perintah Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya dan sunnah dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu, pernikahan menjadi ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan bagi orang yang memenuhi syarat.

Dengan memahami hukum pernikahan dalam Islam, tentunya diharapkan Anda akan mendapatkan keberkahan dan kebahagiaan dalam rumah tangga.

Menjalin Hubungan Rumah Tangga

Sesuai dengan hukum pernikahan dalam Islam, menikah artinya akan membangun rumah tangga bersama.

Menjalin hubungan rumah tangga dalam Islam memerlukan upaya dari kedua belah pihak. Suami dan istri diharuskan untuk terbuka dan jujur satu sama lain.

Keterbukaan dalam berkomunikasi membantu mengatasi masalah sebelum berkembang menjadi konflik besar.

Mendengarkan pasangan dengan penuh perhatian dapat membantu memahami perasaan pasangan. Mengungkapkan rasa cinta secara rutin juga dapat memperkuat ikatan emosional.

Agar pernikahan dianggap sah secara ketentuan. Terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi sebelum melangsungkan pernikahan bagi calon mempelai. Elemen-elemen dasar berikut ini harus ada dalam sebuah pernikahan.

Syarat-syarat di atas harus dipenuhi oleh kedua mempelai. Pemenuhan semua rukun dan syarat ini menjadi bagian dari kepastian bahwa pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ajaran Islam. Pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam akan mendapatkan berkah dari Allah SWT.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi menjadi 5 kategori. Menikah dan kurban adalah dua ibadah yang memiliki kaitan erat dalam hal pengorbanan dan ketaatan. Sahabat juga dapat menyalurkan kurban atas nama suami-istri melalui Program Qurban Yatim Mandiri yang telah berpengalaman.

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Perjalanan rumah tangga tidak pernah lepas dari masalah dan perdebatan. Sering kali dalam menghadapi konflik yang terjadi, secara tidak sadar kita mengucap kalimat di luar kata-kata yang diharapkan akibat dibalut rasa emosi. Bahkan, tidak jarang muncul kata-kata yang menghina ketika sedang bertengkar.

Padahal, sepasang suami istri diharuskan saling memahami satu sama lain untuk mencapai rumah tangga yang harmonis. Sikap saling menyakiti haruslah dihindari, bukan hanya secara fisik melainkan juga melalui verbal atau ucapan. Dalam agama Islam pun, seorang suami dilarang untuk menghina istrinya, begitu pula sebaliknya.

Untuk lebih jelas memahaminya berikut ini Popbela merangkum dari berbagai sumber, informasi mengenai hukum suami menghina istri dalam agama islam.